Jerit Sekolah Swasta di Purwakarta di Tengah Wacana Penambahan Rombel

Kondisi lembaga pendidikan non-pemerintah di Kabupaten Purwakarta sedang memprihatinkan. SMK Bina Budi, misalnya, hanya berhasil menerima 7 peserta didik baru dari target 36 orang. Padahal, sebelumnya sekolah ini memiliki 10 kelas aktif.
Fenomena serupa terjadi di SMK Farmasi Purwakarta yang hanya menjaring 14 calon peserta didik. Kepala SMK Bina Budi mengungkapkan kekhawatirannya: “Banyak keluarga lebih memilih menyekolahkan anaknya di instansi pemerintah.”
Yayasan Yasri sebagai pengelola beberapa lembaga pendidikan menyatakan tantangan operasional semakin berat. Jumlah ruang belajar aktif di SMK Bina Budi pun menyusut drastis dari 14 menjadi hanya 3 ruangan.
Kebijakan pemerintah tentang kapasitas ruang kelas di instansi negeri diduga menjadi penyebab utama. Dengan daya tampung 50 siswa per rombel, banyak warga beralih ke pilihan yang lebih terjangkau.
Berbagai upaya promosi telah dilakukan, namun belum menunjukkan hasil signifikan. Situasi ini memunculkan pertanyaan besar tentang masa depan pendidikan alternatif di wilayah tersebut.
Latar Belakang Kebijakan Penambahan Rombel di Sekolah Negeri
Perubahan aturan tentang daya tampung kelas di instansi pendidikan negeri mulai menuai pro dan kontra. Kebijakan ini berdampak langsung pada ketersediaan kursi bagi calon peserta didik baru.
Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Pemprov Jabar mengeluarkan aturan baru berdasarkan Permendikbudristek No.47/2023. Aturan ini mengatur standar sarana prasarana, termasuk kapasitas ruang belajar.
Kadisdik Jabar Purwanto menjelaskan: “Kebijakan ini bertujuan memaksimalkan layanan pendidikan di daerah. Jumlah lulusan SMP terus bertambah, sementara sekolah negeri terbatas.”
Pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) direncanakan Juli-Agustus 2025. Namun, kendala lahan dan waktu membuat realisasinya butuh proses panjang.
Dampak Awal pada PPDB 2025/2026
Anggota DPRD Jabar Encep Sugiana menyoroti idealnya 36 siswa per rombel. Sayangnya, banyak sekolah negeri yang sudah melebihi kapasitas.
FKSS mengkritik waktu pembangunan RKB yang tidak sesuai jadwal PPDB. Mereka khawatir kebijakan ini justru mengurangi kesempatan belajar bagi banyak anak.
Data terbaru menunjukkan keterbatasan ruang kelas di berbagai wilayah. Sekolah negeri favorit sudah penuh sejak hari pertama pendaftaran.
Jerit Sekolah Swasta di Purwakarta: Tantangan dan Dampak
Kondisi pendidikan non-pemerintah menghadapi ujian berat. Dua lembaga mencolok menjadi contoh nyata dampak perubahan kebijakan pendidikan.
Kasus SMK Bina Budi dan SMK Farmasi Purwakarta
SMK Bina Budi di Jalan Veteran, Nagri Kaler kini hanya mengoperasikan 3 ruang belajar. Padahal sebelumnya memiliki 14 ruang aktif. Tahun ini, penerimaan peserta didik baru hanya 7 orang dari target 36.
Perbandingan jumlah siswa menunjukkan penurunan signifikan:
Tahun | Jumlah Kelas | Jumlah Siswa |
---|---|---|
2023/2024 | 10 | 280 |
2024/2025 | 3 | 62 |
Aam Aminah, salah satu pengajar, mengungkapkan: “Banyak keluarga lebih memilih instansi negeri karena biaya lebih terjangkau. Kami sudah melakukan berbagai promosi, tapi hasilnya belum maksimal.”
Penurunan Jumlah Siswa dan Kekhawatiran Pengelola
SMK Farmasi Purwakarta juga mengalami nasib serupa. Hanya 14 calon peserta didik yang mendaftar untuk dua program studi. Jumlah ini jauh di bawah kapasitas normal.
Agus Muharam dari Yayasan Yasri menyatakan kekhawatiran mendalam: “Operasional semakin sulit. Bahkan untuk membayar gaji guru dan staf saja kami kesulitan. Jika tren ini berlanjut, penutupan menjadi opsi terakhir.”
Beberapa tantangan utama yang dihadapi:
- Persaingan ketat dengan instansi negeri
- Keterbatasan dana operasional
- Penurunan minat masyarakat
Informasi lebih lanjut tentang tantangan pendidikan alternatif bisa ditemukan di situs khusus sekolah swasta.
Reaksi dan Solusi yang Diusulkan
Protes dan usulan perubahan mulai bermunculan dari berbagai kalangan. Kebijakan pendidikan terbaru memicu respons beragam dari pemangku kepentingan.
Pandangan DPRD Jawa Barat dan FKSS
FKSS Jabar melalui Ketua Ade Hendriana menyatakan penolakan tegas. “Kebijakan ini justru menurunkan mutu pendidikan di sekolah negeri karena terlalu padat,” ujarnya.
Mereka berencana mengirim surat resmi ke Mendikdasmen. Argumen utama adalah perlunya kajian akademik sebelum menerapkan kuota 50 siswa per kelas.
Di sisi lain, DPRD Jabar mengusulkan solusi berbeda. Encep Sugiana mengemukakan ide kolaborasi antara instansi negeri dan sekolah swasta.
Pihak | Usulan Solusi | Target Penerima |
---|---|---|
FKSS Jabar | Revisi kebijakan kuota | Kementerian Pendidikan |
DPRD Jabar | Program beasiswa | Siswa tidak mampu |
Pemprov Jabar | Peningkatan mutu | Sekolah swasta |
Kolaborasi dengan Sekolah Swasta sebagai Alternatif
Purwanto dari Disdik Jabar menekankan pentingnya pemerataan kualitas pendidikan. “Kami mendorong peningkatan mutu di semua lembaga, termasuk swasta,” jelasnya.
Skema kemitraan menjadi salah satu solusi yang ditawarkan. Rencananya, pemerintah akan memberikan bantuan beasiswa untuk siswa yang memilih sekolah swasta.
Beberapa poin penting dalam usulan ini:
- Alokasi dana khusus untuk bantuan operasional
- Program pelatihan guru bersama
- Pemanfaatan fasilitas secara bergantian
Meski masih dalam pembahasan, ide ini diharapkan bisa mengatasi keterbatasan akses pendidikan. Sinergi antarlembaga dinilai sebagai jalan tengah yang prospektif.
Kesimpulan
Ketimpangan antara lembaga negeri dan swasta perlu segera diatasi. Data menunjukkan rata-rata keterisian bangku di satuan pendidikan alternatif hanya 30%, jauh di bawah kapasitas ideal.
Perwakilan Yayasan Yasri menegaskan: “Kebijakan saat ini kurang berkeadilan. Tanpa revisi aturan rombel, masa depan kami suram.” Mereka mendesak peninjauan ulang sistem penerimaan siswa.
Dibutuhkan solusi komprehensif mulai dari kemitraan jangka pendek hingga pembangunan fasilitas. Pemerataan kesempatan belajar harus menjadi prioritas utama. Info lebih lanjut tentang tantangan pendidikan alternatif bisa dibaca di artikel terkait.